Sabtu, 19 Oktober 2013

bertubi

Haruskah aku berlutut lagi padamu?
Apakah semua rasa ini tak semu?
Apakah akan subur sebuah cinta yang hadirnya tak kau mau?
Dapatkah kau menjawab pertanyaanku?
Wahai pujaanku?
Apakah yang kaurasakan sama denganku?
Ataukah kau hanya duduk santai di atas sofa?
Lalu tertawa?
Melihat hatiku yang porak poranda?
Duhai Allah,
Apakah cinta itu sesakit ini?
Apakah perasaan itu serumit ini?

Jumat, 18 Oktober 2013

terus berdiam?

Apakah aku harus terus berdiam?
Menjaga rasa ini sepanjang malam?
Membiarkan hatiku terus merana
Mendekap segala sakit yang kian menganga
Dan sendirian?
Apakah kau setega itu tuan?
Tak pernah kubayangkan rasa ini akan hadir
Membayangkannya saja aku tak habis pikir
Lalu, akankah tumbuh subur sebuah cinta

Yang tak pernah kau kehendaki adanya?

Kamis, 17 Oktober 2013

risau lagi

Aku risau kembali
Setelah berbagai hari kulewati
Setelah sedemikian ujian kuhadapi
Setelah seribu pisau hati kucabuti
Lariku tadi bukan karena tugas yang terus kugigihi
Tapi untuk mengejar langkahmu, wahai pujaan hati

Rabu, 16 Oktober 2013

bergulat

Aku terus bergulat
Dengan sang waktu yang terus menggeliat
Memaksanya untuk bangun
Dan memutar takdirku yang manyun
Kapankah jarum panjang itu mengajakku berlibur?
Dan lupa dengan semua yang buatku susah tidur
Lalu, adakah orang yang genius matematikanya?
Akan ku sewa dia dengan berapapun harga
Untuk apa?
Untuk menghitung, kapankah roda hidupku akan kembali terangkat
Menuju atas, dan aku tak lagi lara

Selasa, 15 Oktober 2013

pertiwiku tetap menangis

Hentikan tangismu Pertiwi
Lihatlah, setidaknya seorang pengecut tak tampak hari ini
Benar Pertiwi, percayalah apa kataku
Lihat saja disetiap tempat lapang di badanmu
Atau surau-suaru nati, rintihmu
Kini mereka menyala dan bergelora
Bukankah itu yang kau inginkan Ibunda?
Lalu lihatlah pisau-pisau bermata tajam itu
Tenanglah, bukan baku hantam yang akan manusia laku
Atau hanya sekedar lukai dahi yang telah kelu
Orang-orang, akan berpesta Pertiwi
Memotongi setiap kambing dan sapi
Dan hey, lihatlah pada kambing sapi yang penuh berisi
Apakah kau bahagia?
Itulah mereka yang hidup atasmu
Atas rumput-rumput yang tetap kau biarkan hidup di ladangmu
Sungguh, maka lihat juga ibu-ibu itu
Kau patut berbangga Ibundaku
Kau adalah ibu dari setiap ibu, dan kini anakmu itu
Sedang berkumpul dan bahu-membahu
Bukan, bukan untuk menggunjing, bertengkar, atau saling adu
Tapi untuk berbagi, membagi daging rata ke setiap warga
Dan kau Pertiwi, harus benar-benar berbangga
Tak ada yang kelaparan hari ini
Tak ada yang hidup susah hari ini
Hanya saja Pertiwi, satu yang selalu kucoba untuk tak dirutuki
Tentang mengapa si Tikus tak ikut disembelih hari ini
Tapi tidak Pertiwi, Tidak! Jangan lagi

Kau jangan menangis lagi